Pancasila Dalam Konteks HAM, Rule Of Law, Dan Hak Kewajiban Warga Negara
2:35 AM
Add Comment
achnst.net |
PANCASILA DALAM KONTEKS HAK ASASI MANUSIA, RULE OF LAW, DAN HAK KEWAJIBAN WARGA NEGARA
Ahmad Aziz Nasution
Teknik Informatika, STMIK & AMIK LOGIKA, Jalan Brigjend Katamso NO.36 A, Kp.Baru, Medan Maimun, Medan, 20159, Indonesia
E-mail: achnst@engineer.com
ABSTRAK
Berbicara tentang pancasila dalam konteks hak asasi manusia harus memahami apa makna dari HAM, Rule Of Law, dan Hak Kewajiban Warga Negara jika kita simpulkan dari ketiga makna point tersebut ialah kita sebagai warga negara wajib menentukan hak-hak , gagasan, serta kewajiban sebagai warga negara untuk menentukan suatu pemahaman dan pola pikir sendiri agar tidak salah arti pemahaman dalam menyikapi suatu peraturan perundang-undangan.
Ø BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
· Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun. Hak Asasi merupakan sebuah bentuk anugerah yang diturunkan oleh tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga.
· Rule of law adalah diawali dari adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan negara, sarana yang dipilih adalah Demokrasi Konstitusional, dan perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepi negara hukum.
· Hak Kewajiban Warga Negara merupakan suatu hal yang terikat satu sama lain, sehingga dalam praktik harus dijalankan dengan seimbang. Hak merupakan segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan, sedangkan kewajiban merupakan suatu keharusan/kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga negara guna mendapat pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Hak asasi Manusia (HAM) ?
b. Apa permasalahan dan penegakan HAM ?
c. Apa pengertian Rule Of Law ?
d. Apa itu Hak Kewajiban Warga Negara Indonesia ?
e. Bagaimana Pemberantasan Korupsi ?
1.3. Tujuan
Tujuan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
2. Memahami permasalahan dan penegakan HAM
3. Mengetahui pengertian Rule Of Law
4. Mengetahui apa itu Hak Kewajiban Warga Negara Indonesia
5. Memahami tentang Pemberantasan Korupsi
Ø BAB II PEMBAHASAN
A. Hak Asasi Manusia
1. Pengertian dan ruang lingkup HAM
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia. Tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat (Tilaar,2001). HAM bersifat umum (universal), karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamin. HAM juga bersifat supra-legal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No.39/1999 tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME. Adapun ruang lingkup HAM meliputi:
a. hak pribadi : hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lan-lain sebagainya;
b. hak milik pribadi dalam kelompok suatu sosial;
c. kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintah;
d. hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
2. Perkembangan HAM
Hak asasi manusia (HAM) baru disadari dan diperjuangkan agar diakui dan dihormati semua orang semenjak lahirnya falsafah individualisme. Munculnya negara nasional yang pemerintahnya berkuasa penuh dan berhak mencampuri bidang kehidupan warganya, ternyata menyadarkan manusia betapa perlunya ada wakil rakyat turut serta dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan guna menjamin kepentingan orang perseorangan. Selain itu, agama juga sudah memberitahukan, bahwa semua manusia sama dan sederajat selaku ciptaan Tuhan.
Dalam sejarah yang memperjuangkan pengakuan terhadap HAM sebagai mana kita kenal dewasa ini, dikenal adanya beberapa dokumen penting cetusan tuntunan HAM, yaitu sebagai berikut.
· Magna charta.
· Petition of rights.
· Habeas corpus act.
· Bill of rights.
· Declaration des droits de l’home et du citoyen.
Selanjutnya bermunculan dokumen pernyataan HAM dalam UUD negara merdeka. Selain itu, organisasi dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNO) pada 10 Desember 1948 telah meresmikan Universal Declaration of Human Rights (pernyataan sedunia tentang hak asasi manusia) yang diterima secara aklamasi. Usul dalam bentuk covenant atau convention tidak berhasil diterima, namun pada tahun 1966, sidang umum PBB menerima covenant of economic, social and cultural rights serta covenant on civil and political rights.
Secara umum, HAM dapat dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut.
a. Personal rights, yaitu hak pribadi yang meliputi kemerdekaan bersikap, bertindak/bergerak, berpendapat, memeluk agama/idealisme, hubungan seks, dan sebagainya.
b. Political rights, yaitu hak politik pemerintahan yang meliputi turut memilih dan dipilih, mendirikan partai politik, mengadakan petisi, demonstrasi, berkumpul berpartisipasi dalam politik, dan sebagainya.
c. Property rights, yaitu hak asasi ekonomi yang meliputi hak milik benda, membeli dan menjual, mengadakan janji dagang dan sebagainya, tanpa campur tangan pemerintah secara berlebihan, kecuali peraturan bea cukai, pajak dan pengaturan perdagangan pemerintahan.
d. Social and cultural rights, yaitu hak masyarakat dan budaya yang meliputi hak memilih pendidikan dan pengajaran dan mengembangkan kebudayaan yang disukai serta mengamalkannya dalam masyarakat.
e. Rights of legal equality, yaitu hak mendapat perlakuan yang sama menurut hukum dan kedudukan sederajat dihadapan hukum dan pemerintahan.
f. Procedural rights, yaitu hak tata cara peradilan dan jaminan perlindungan yang meliputi proses dan prosedur tata cara peradilan menurut peraturan yang sah dal lelgal sebagai bukti pelaksaan HAM, misalnya perihal penahanan, penggeledehan, peradilan dan vonis.
Dari 43 jenis konvensi yang berhasil dirumuskan berbagai komite PBB yang berhubungan dengan HAM, maka konvensi dapat dikelompokkan dalam 4 sifat konvensi, yaitu sebagai berikut.
a. Konvensi yang bersifat unversal, misalnya hak pribadi untuk hidup dan berusaha.
b. Konvensi yang bersifat khusu, misalnya kejahatan perang atau pemusnahan kemanusiaan.
c. Konvensi yang bersifat perlindungan, misalnya pelindungan hak minoritas, orang asing, stateless, pelarian dan pencari suaka.
d. Konvensi yang bersifat diskriminasi, misalnya perbedaan kelas, ras, kelompok, dan sebagainya.
Persoalannya, dari manakah mereka yang lemah memperoleh jaminan atau kemampuan mencegah penghinaan/pelanggaran yang dilakukan oleh mereka yang kuat dan berkuasa?
Secara filosofis kita bertumpu pada dalil kemasyarakatan, bahwa pelanggaran terhadap HAM pada akhirnya akan melemahkan seluruh bangunan pergaulan hidup bangsa, karena yang dirusak olehnya justru nilai kemanusiaan yang mengikat hidup bersama. Siapa pun pada akhirnya tidak memperoleh keuntungan moril, sehingga setiap orang berharap keadaan semacam itu tidak terjadi. Sebaliknya, bagaimana membangun serentetan sarana mempertahankan dan membela pelaksanaan HAM?
3. HAM pada tataran global
Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM, yaitu sebagai berikut.
a. HAM menurut konsep negara-negara Barat
· Ingin meninggalkan konsep negara yang mutlak
· Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara sebagai koorinator dan pengawasan.
· Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
· Hak asasi lebih dulu ada dari pada tatanan negara.
b. HAM menurut konsep sosialis
· Hak asasi hilang dari individu dan terintegerasi dalam masyarakat.
· Hak asasi manusia tidak ada sebelum negara ada.
· Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi mengehendaki.
c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
· Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
· Masyarakat sebagai keluarga besar dengan penghormatan utama terhadap kepala keluarga.
· Individu tunduk kepada kepala adat yang merupakan tugas dan kewajiban anggota masyarakat.
d. HAM menurut konsep PBB
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Eleno Rooselvet (10 Desember 1948) dan secara resmi disebut “Universal Declaration of Human Rights”. Di dalamnya menjelaskan tentang hak-hak sipil, politik ekonomi, sosial dan kebudayaaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Sejak tahun 1957 konsep HAM tersebut dilengkapi dengan tiga perjanjian, yaitu:(1) hak ekonomi sosial dan budaya, (2) perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik serta (3) protokol opsional bagi perjanjian hak sipil dan politik internasional.
Pada sidang umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokumen tersebut diterima dan diratifikasi. Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:
§ Hak untuk hidup;
§ Kemerdekaan dan keamanan badan;
§ Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum;
§ Hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum;
§ Hak untuk mendapat jaminan hukum dalm perkara pidana seperti diperik di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah;
§ Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara;
§ Hak untuk mendapat hak milik atas benda;
§ Hak untuk bebas untuk mengutarakan pikiran dan perasaan;
§ Hak untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan mengeluarkan pendapat;
§ Hak untuk berapat dan berkumpul;
§ Hak untuk mendapatkan jaminan sosial;
§ Hak untuk mendapatkan pekerjaan;
§ Hak untuk berdagang;
§ Hak untuk mendapatkan pendidikan;
§ Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat;
§ Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.
B. HAM di Indonesia: Permasalahan dan Penegakan
Sejalan dengan amanat konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik ekonomi, sosila budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005). Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB upaya kemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerjasama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antarnegara serta hukum internasional yang berlaku.
HAM di Indonesia didasarkan pada konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD 1945 (alinea I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD 1945 (pasal 27, 29 dan 30), UU No.39/1999 tentang HAM dan UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM. HAM di indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 Tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh karena itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan cara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
C. Rule of Law
Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-1 bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejak dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam peyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law, di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian.
Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia terlahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat dan kerjaan, menggeser negara kerajaan dan memunculkan negara konstitusi dari mana doktrin rule of law inilah Ada tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil, bahkan sesama warganegara, maupun dari pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu premium bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
Untuk membangun kesadaran di masyarakat tentang pentingnya rule by the law not rule by the man, maka dipandang perlu memasukkan materi instruksional rule law sebagai salah satu materi di dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan (Pkn). PKn sendiri merupakan desain baru kurikulum inti di PTU yang menunjang pencapain Visi Indonesia 2020 (Tap.MPR No.VII/MPR/2001) dan Visi Pendidikan Tinggi 2010 (HELTS 2003-2010-DGHE) dan merupakan pula elemen dalam kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK).
PKn merupakan salah satu bentuk penjabaran UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yan tidak lagi menyinggung masalah pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) atau di perguruan tinggi disebut pendidikan kewiraan dan ditiadakannya Pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah tersendiri dari kurikulum perguruan tinggi.
1. Konsepsi rule of law
Ruang lingkup materi pembelajaran rule of law meliputi : pengertian dan lingkup rule of law, isu-isu yang terkait dengan rule of law, prinsip-prinsip rule of law secara normal di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia; dan strategi pelaksanaan rule of law.
Pengertian dan lingkup rule of law
Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law, karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan, sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa.
Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan, bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
Isu-isu rule of law
Hal-hal yang sering mengemuka dalam kaitannya dengan rule of law antara lain: (1) masih relevankah rule of law di Indonesia?, (2) bagaimana seharusnya rule of law itu dilaksanakan?, (3) sejauh mana komitmen pemerintah untuk melaksanakan prinsip-prinsip rule of law?, dan (4) apa yang harus dilakukan agar rule of law dapat berjalan efektif?.
2. Prinsip-prinsip rule of law secara formal di Indonesia
Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan: (1) bahwa kemerdekaan itu hak segala bangsa, ...karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “peri keadilan”, (2)...kemerdekaan Indonesia yang merdeka,bersatu,berdaulat,”adil”dan makmur; (3)...untuk memajukan “kesejahteraan umum”,dan “keadilan sosial”; (4)...disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-undang dasar negara Indonesia”; (5)”...kemanusiaan yang adil dan beradab”; dan (6)...serta dengan mewujudkan suatu “keadilan sosial” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial”, sehingga pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip tersebut merupakan dasa hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu: (1) Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3); (2) kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1); (3) segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1); (4) dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain: bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28D ayat 1); (5) setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28D ayat 2).
3. Strategi pelaksanaan (pengembangan) rule of law
Agar pelaksanaan (pengembangan) rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut.
1) Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutam dan kepribadian nasional masing-masing bangsa.
2) Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
3) Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil, dan hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif satjipto Rahardjo, 2004) yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik yang memihak kepada kekuasaan seperti seperti yang selama di perlihatkan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut dan final, hukum selalu berada dalam proses untuk terus menerus menjadi (law as process, law in the making).
Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat, karena tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral yaitu kemanusiaan. Hukum progresif menolak keadaan status quo, ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas serta aksi-aksi, karena “hukum untuk manusia”.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang inergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, atau “back to law and order”, kembali kepada orde hukum dan ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat “Pancasila” sebagai alternatif dalam membangun “negara berdasarkan hukum” versi Indonesia sehingga dapat menjadi “rule of moral” atau “rule of justice” yang bersifat “ke-Indonesia-an” yang lebih mengedepankan “olah hati nurani” dari pada “olah otak”, atau lebih mengedepankan komitmen moral.
Indonesia merupakan salah satu negara terkorup di dunia (Masyarakat transparansi Internasional, 2005). Beberapa kasus dalam penegakan rule of law anatara lain :
a. Kasus korupsi KPU dan KPUD;
b. Kasus illegal logging;
c. Kasus dana reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung;
d. Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotropika;
e. Kasus perdagangan perempuan dan anak;
f. kasus korupsi yang melibatkan anggota-anggota DPR-DPR.
D. Hak Kewajiban Warga Negara Indonesia
Penduduk menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945 ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sedangkan warga negara menurut pasal 26 ayat (1) ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Sedangkan menurut Undang-Undang No.62/1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia menyatakan bahwa warga negara republik Indonesia adalah orang-orang yang berdsarkan perundang-undangan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi Warga negara Republik Indonesia.
Warga negara dari suatu negara berarti anggota dari negara itu yang merupakan pendukung dan penanggung jawab terhadap kemajuan dan kemunduran suatu negara. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi seperti berikut ini.
a. Penduduk, ialah seseorang yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di wilayah negara itu, yang dapat dibedakan warga negara dengan Warga Negara Asing (WNA).
b. Bukan penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa yang diberikan oleh negara (kantor imigrasi yang bersangkutan, seperti turis.
1. Asas kewarganegaraan
Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan. Dalam asas kewarganegaraan, dikenal dua pedoman berikut ini.
a. Asas kelahiran (ius soli)
Asas kelahiran (ius soli) adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang. Pada awalnya, asas kewarganegaraan hanyalah ius soli saja, sebagai suatu anggapan bahwa seseorang lahir di suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut, akan tetapi dengan tingginya mobilitas manusia, maka diperlukan asas lain yang tidak hanya berpatokan pada kelahiran sebagai realitas bahwa orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda akan menjadi bermasalah jika kemudia orang tua tersebut melahirkan di tempat salah satu orang tuanya (misalnya tempat ibunya). Jika asas ius soli ini tetap dipertahankan, maka si anak tidak berhak untuk mendapatkan status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah muncul asas ius sanguinis.
b. Asas keturunan (ius sanguinis)
Asas keturunan (ius sanguinis) adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan pertalian darah atau keturunan. Jika suatu negara menganut asas ius sanguinis, maka seseorang yang lahir dari orang tua yang memiliki keawrganegaraan suatu negara seperti Indonesia maka anak berhak mendapat status keawrganegaraan orang tuanya, yaitu warga negara Indonesia.
c. Asas perkawinan
Status perkawinan dapat dilihat dari sisi perkawinan yang memiliki asas kesatuan hukum, yaitu paradigma suami istri atau ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang mendambakan suasana sejahtera, sehat dan bersatu. Asas ini menghindari penyelundupan hukum, misalnya seorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut, setelah kewarganegaraan itu ia menceritakan istrinya.
d. Unsur pewarganegaraan (naturalisasi)
Dalam naturalisasi ada yang bersifat aktif, yaitu seseorang yang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak untuk menjadi warga negara dari suatu negara. Sedangkan naturalisasi pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegaraan oleh suatu negara atau tidak mau diberi status warga negara suatu negara, maka yang bersangkutan menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.
2. Problem Status Kewarganegaraan
Dalam problem status kewarganegaraan seseorang, apabila asas kewarganegaraan diatas diterapkan secara tegas dalam sebuah negara, akan mengakibatkan status kewarganegaraan seseorang menjadi sebagai berikut.
§ Apatride, yaitu seseorang tidak mendapat dua kewarganegaraan disebabkan oleh orang tersebut lahir di sebuah negara yang menganut asas ius sanguinis.
§ Bipatride, yaitu seseorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan, apabila orang tersebut berasal dari orang tua yang mana negaranya menganut sanguinis sedangkan dia lahir di suatu negara yang menganut asa ius soli.
§ Multipratride, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan antara dua negara.
Dalam rangka memecahkan problem kewarganegaraan di atas, setiap negara memiliki peraturan sendiri-sendiri yang prinsip-prinsipnya bersifat unversal, sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 28D ayat (4), bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Oleh karen itu negara Indonesia melalui UU No.Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia dinyatakan, bahwa cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Karena kelahiran.
b. Karena pengangkatan.
c. Karena dikabulkan permohonan.
d. Karena pewarganegaraan.
e. Karena perkawinan.
f. Karena turut ayah dan ibu.
g. Karena pernyataan.
3. Hak dan kewajiban warga negara
Pemahaman tentang hak dan kewajiban, terlebih dahulu harus dipahami pengertian tentang hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang sebagai ciptaan Tuhan agar mampu menjaga harkat, martabatnya dan keharmonisan lingkungan. Hak asasi merupakan hak dasar yang melekat secara kodrati pada diri manusia dengan sifatnya yang universal dan abadi. Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, tidak boleh diabaikan, tidak boleh dikurangi dan dirampas oleh siapa pun.
Hak asasi manusia perlu mendapat jaminan atas perlindungannya oleh negara melalui pernyataan tertulis yang harus dimuat dalam UUD negara. Peranan negara sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UU No.39/1999 tentang HAM menyatakan, bahwa negara, hukum dan pemerintah serta setiap orang wajib menghormati, menjujung tinggi dan melindungi hak asasi manusia.
a. Hak warga negara
Dalam UUD 1945 telah dinyatakan, bahwa hak warga negara adalah sebagai berikut.
1) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
2) Berhak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran.
3) Berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.
4) Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunn melalui perkawinan.
5) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan kekerasan dan diskriminasi.
6) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya.
7) Berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan hidup manusia.
8) Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
9) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
10) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
11) Setiap warga negera berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
12) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
13) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.
14) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
15) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
16) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosilnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
17) Setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
18) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuannya yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka pola negara lain.
19) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
20) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai guna mencapai persamaan dan keadilan.
21) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembang dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
22) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
23) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hak nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surat adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
24) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
25) Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
2. Kewajiban warga negara
a) Wajib menjunjung hukum dan pemerintah.
b) Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
c) Wajib ikut serta dalam pembelaan negara.
d) Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain.
e) Wajib tunduk kepada pembatasan yang diterapkan dengan undang-undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
f) Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
g) Wajib mengikuti pendidikan dasar.
3. Tugas dan tanggung jawab negara
Dalam rangka terpeliharanya hak dan kewajiban warga negara, negara memiliki asas dan tanggung jawab, sebagai berikut.
1) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agamanya.
2) Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan khususnya pendidikan dasar.
3) Pemerintah berkewajiban mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran belanja negara dan belanja daerah.
5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
6) Negara memajukan kebudayaan manusia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
7) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional.
8) Negara menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak.
9) Negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat.
10) Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.
11) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
12) Negara bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
E. Pemberantasan Korupsi
1. Pengertian Korupsi
Korupsi berkaitan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan umum (publik) atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Menurut WF Wertheim, pemakaian umum istilah “korupsi” pejabat kita menyebutnya dengan nama korup, apabila seorang pegawai negara menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta, dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi. Terkadang perbuatan ini dilakukan dengan menawarkan pemberian itu atau hadiah lain yang menggoda. Pemerasan berupa permintaan pemberian atau hadiah dalam pelaksanaan tugas publik (umum), juga biasan disebut sebagai korupsi. Ciri-ciri korupsi adalah sebagai berikut.
a. Korupsi melibatkan lebih dari satu orang.
b. Kegiatannya serba rahasia.
c. Keuntungan diperoleh secara timbal balik.
d. Berlindung dibalik pembenaran hukum.
e. Mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintahan.
f. Mengandung penipuan kepada publik/masyarakat.
g. Bentuk pengkhianatan kepercayaan rakyat.
h. Melanggar norma dan tatanan masyarakat.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan anti korupsi adalah sikap menentang atau gerakan memusuhi segala bentuk penyelewenangan atau penyalahgunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Konsekuensi perilaku korupsi antara lain:
§ Negara mengalami krisis moneter dan menjadi miskin,
§ Perusahaan menjadi bangkrut atau pailit,
§ Perekonomian negara menjadi terseok-seok,
§ Cita-cita masyarakat yang adil makmur menjadi terlambat,
§ Menimbulkan kekacauan, stabilitas ketertiban dan keamanan terganggu, dan
§ Dapat menimbulkan kerawanan sosial.
Dalam pengertian lain, korupsi adalah penayalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk kepentingan pribadi (The oxford Unabridged Dictionary). Korupsi melibatkan perilaku oleh pegawai sektor publik, baik politikus atau pegawai negeri, mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri atau orang yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunaan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi menurut Bank Pembangunan Asia adalah melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri sendiri/atau orang-orang yang dekat dengan mereka, dengan menyalahgunaan jabatan mereka.
2. Pemberantasan Korupsi
Korupsi di Indonesia memang dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Negara dengan penduduk 200 juta lebih ini, pada tahun 2004 tercatat sebagai negara ke-5 terkorup didunia dari 146 negara. Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia, pada tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat 110 dari 179 negara, pada tahun 2010 posisi Indonesia 108, jadi belum ada perubahan. Ketertinggalan itu karena kemiskinan. Kemiskinan karena budaya korupsi. Tingginya indeks persepsi korupsi menjadi ukuran rendahnya daya saing kita secara internasional. Maka, untuk menjadi bangsa yang maju sebenarnya sederhana, yaitu tegakkan hukum dan keadilan, berantas korupsi sampai keakar-akarnya.
Kejahatan (tindak pidana) korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjunjung tinggi keterbukaan dan keamanan serta stabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, korupsi adalah tindakan yang merugikan pembangunan berkenlanjutan.
Korupsi adalah mengambil bagian yang merupakan haknya. Korupsi adalah mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik umum (uang milik negara) atau barang yang diadakan dari pajak yang dibayar oleh masyarakat untuk kepentingan memperkaya diri sendiri. Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi atau jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupoa status, keakayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri.
Penggelapan uang kantor, meyalahgunakan wewenang untuk menerima suap, menikmati gaji buta tanpa bekerja secara serius adalah tindakan korupsi, kerakusan dan membiarkan perilaku korupsi yang dapat membawa kehidupan seseorang tidak berarti secara kemanusiaan, karena mereka telah dipengaruhi oleh harta benda dalam kehidupan yang sangat singkat. Apabila seseorang terindikasi atau terbukti melakukan korupsi maka orang tersebut tidak hanya menerima hukum fisik seperti penjara, tetapi yang berat adalah menerima malu dan terisolasi dalam kehidupan masyarakat. Penyebab utama dari korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam kelompok yang memerintah. Korupsi merugikan orang banyak telah bekerja keras dan berlaku jujur, tindakan korupsi tidak menghargai fitrah manusia yang diilhamkan kepadanya untuk cinta kepada kebaikan.
3. Partisipasi dalam pemberantasan korupsi
Dalam sejarah kenegaraan Indonesia, gerakan anti korupsi telah dimulai semenjak awal pemerintahan Indonesia. Masalah korupsi tidak bisa diselesaikan hanya melalui penegakan hukum. Penyelesaian masalah korupsi haruslah dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu hukum, ekonomi, dan moral. Pemberantasan korupsi haruslah dipimpin oleh pemimpin yang berani, bersih, reputasinya baik, moralnya tinggi dan bisa menjadi teladan. Di samping itu, dukungan masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat penting. Tanpa peran serta masyarakat, upaya pencegahan korupsi tidak akan berhasil. Tiga unsur pemberantasan korupsi, yaitu pencegahan, penindakan dan peran masyarakat. Dengan demikian, peran serta masyarakat sangat menentukan pemberantasan korupsi.
Korupsi sungguh menyebabkan krisis kepercayaan. Bila korupsi merajalela, maka tingkat kepercayaan rakyat kepada pemerintah berkurang. Setiap orang berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat maupun pengaduan kepada penegak hukum, seperti polisi, jaksa, advokat atau KPK.
Tata cara penyampaian pengaduan terhadap kejahatan korupsi adalah melalui informasi, saran, pendapat, dan pengaduan dari masyrakat harus dilakukan secara tanggung jawab, yaitu tidak melanggar norma agama, kesusilaan dan kesopanan. Untuk efektivitas tidak lanjut perkara, maka pengaduan itu sebaiknya disampaikan secara tertulis dengan data-data pelapor yang lengkap. Materi pengaduan tersebut meliputi jenis korupsi/penyimpangan, kronologis kejadian dan kerugian negara yang ditimbulkan.
Dukungan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi dapat dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut.
· Mengasingkan dan menolak keberadaan koruptor serta tidak memilih pejabat yang terlibat korupsi.
· Melakukan pengawasan dan mendukung terciptanya lingkungan yang anti korupsi.
· Melaporkan bila ada penyelewengan perkara korupsi.
Masyarakat yang berjasa mengungkapkan korupsi berhak mendapat penghargaan, berupa piagam dan premi sesuai dengan PP No.71 Tahun 2000. Sebagai peran serta masyarakat dan pemberantasan korupsi, para pelopor telah dijamin oleh perundang-undangan, seperti larangan menyebut nama atau identitas pelapor serta memberikan rasa aman kepada pelapor yang dilindungi oleh alat negara seperti polisi.
4. Apakah instrumen kelembagaan anti korupsi di Indonesia ?
Instrumen anti korupsi dalam bentuk alat atau lembaga negara, memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk dapat melakukan tugas dalam memberantas korupsi. Alat atau lembaga itu diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Mahkamah Agung (MA)
UUD 1945 meletakkan MA sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Kewenangan utama MA adalah memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi, sengketa tentang mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam proses peradilan perkara korupsi, MA adalah peluang terakhir bagi mereka untuk memperoleh kebebasan atau minimal pengurangan hukum. Posisi ini sangat strategis dalam percepatan pemberantasan korupsi. Di samping itu, MA juga dapat mengawasi penerapan hukum di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
b. Komisi Yudisial (KY)
Pasal 24B amandemen ketiga UUD 1945 mengamanatkan berdirinya Komisi Yudisial (KY). Kewenangan KY menurut pasal 24B ayat (1) adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga perilaku hakim. Dalam pemberantasan korupsi, KY berwenang untuk mengawasi hakim, baik hakim agung maupun hakim yang berada di kota-kota besar dan menerima dan mengawasi laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
c. Kepolisian
Menurut UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, secara umum tugas dan wewenang Polri adalah menegakkan hukum secara profesional dan proporsional, dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan, serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam konteks pemberantasan korupsi, kepolisian memiliki wewenang penyelidikan dan penyidikan. Dalah hal ini, kepolisian memiliki korps reserse Polri yang dalam fungsinya sebagai pelindung hak-hak asasi warga negara sesuai aturan undang-undang. Reserse melaksanakan praktik-praktik kepolisian represif dari penyelidikan, pemanggilan, penangkapan, pemeriksaan, pengeledahan, penyitaan sampai penahanan.
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Kewenangan BPK sesuai dengan pasal 23E UUD 1945 adalah untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Dalam UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara, ditegaskan bahwa wewenang BPK adalah untuk memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara, memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan belanja Negara (APBN) dan berwenang untuk meminta keterangan berkenaan dengan tugas yang diembannya.
Tanggung jawab BPK adalah untuk turut membongkar praktik-prakitk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. BPK adalah lembaga negara yang mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat umum dalam hal pengawasan keuangan negara.
Hasil audit BPK sering mendeteksi adanya korupsi dalam penggunaan APBN. BPK senantiasa melaporkan auditnya kepada lembaga yang berwenang untuk pemberantasan korupsi. Data BPK dapat dijadikan data awal bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan atau indikasi korupsi yang dilaporkan. Laporan BPK yang akurat juga akan menjadi alat bukti dalam pengadilan.
f. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP merupakan lembaga pemerintah non-departemen dibidang pengawasan. Tanggung jawabnya adalah merumuskan dan menyusun rencana dan program-program pengendalian umum atas keuangan pemerintah pusat dengan mengadakan audit intern atas kegiatan kementerian-kementerian negara dan kantor-kantor proyek mereka. Dalam pemberantasan korupsi BPKP memiliki peran pada tingkat pencegahannya, penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Namun kelemahannya adalah memiliki peran dan kewenangan yang sangat bergantung pada kemauan baik Presiden yang berkuasa.
g. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Kejaksaan dan kepolisian dalam memberantas korupsi mengalami berbagai hambatan karena adanya campur tangan eksekutif, legislatif atau yudikatif. Oleh karena itu, dibentuklah komisi pemberantasan korupsi (KPK) yang mempunyai kewenangan lebih luas serta independen (mandiri, bebas dari kekuasaan manapun) dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya pemberantasan korupsi.
KPK memiliki visi, yaitu mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, sedangkan misalnya adalah penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang anti korupsi. Asas KPK adalah kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas.
Menurut UU No.30 Tahun 2002, KPK memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, diantaranya menyadap dan merekam pembicaraan, memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri, meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa, memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa atau pihak yang terkait, meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait. KPK juga mempunyai wewenang untuk memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka korupsi agar tersangka diberhentikan sementara dari jabatannya, bahkan KPK dapat memerintah Presiden agar membuat izin kepada pejabat negara untuk diperiksa atas dugaan korupsi.
h. Tim Trastipikor
Tim koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Tim Trastipikor) beranggotakan 48 orang yang diketuai oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Tim trastipikor terdiri atas unsur kejaksaan, kepolisian serta Badan Pengawas keuangan dan Pembangunan (BPKP) bertanggung jawab kepada Presiden. Tim trastipikor dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 11 Tahun 2005 bekerja selama dua tahun dan dapat diperpanjang lagi jika dianggap perlu. Kewenangan tim ini adalah melakukan penangkapan pelaku korupsi. Kasus korupsi yang ditangani Tim Trastipikor adalah pengawasan terhadap instansi pemerntah.
Ø BAB III KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Kesimpulannya ialah sesuai dengan pertanyaan rumusan masalah diatas yaitu : A. HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia. Tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat (Tilaar,2001). HAM bersifat umum (universal), karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamin. HAM juga bersifat supra-legal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan).
B. Sejalan dengan amanat konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik ekonomi, sosila budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005). Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB upaya kemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerjasama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antarnegara serta hukum internasional yang berlaku.
C. Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-1 bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejak dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam peyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang sebelumnya. Rule of law merupakan konsep tentang common law, di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian.
D. Penduduk menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945 ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Sedangkan warga negara menurut pasal 26 ayat (1) ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Sedangkan menurut Undang-Undang No.62/1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia menyatakan bahwa warga negara republik Indonesia adalah orang-orang yang berdsarkan perundang-undangan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi Warga negara Republik Indonesia.
E. Korupsi berkaitan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan umum (publik) atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Menurut WF Wertheim, pemakaian umum istilah “korupsi” pejabat kita menyebutnya dengan nama korup, apabila seorang pegawai negara menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta, dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan si pemberi. Terkadang perbuatan ini dilakukan dengan menawarkan pemberian itu atau hadiah lain yang menggoda. Pemerasan berupa permintaan pemberian atau hadiah dalam pelaksanaan tugas publik (umum), juga biasan disebut sebagai korupsi.
Ø DAFTAR PUSTAKA
Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila, Implementasi Nilai-nilai karakter bangsa di Perguruan Tinggi. Bogor : ghalia indonesia.
0 Response to "Pancasila Dalam Konteks HAM, Rule Of Law, Dan Hak Kewajiban Warga Negara"
Post a Comment